Berikut adalah tips dan kiat memilih sekolah bagi putra-putri Anda, terutama bagi Anda yang berencana menyekolahkan putra-putri Anda ke sekolah berbasis Islam.. Semoga membantu..

1. Tujuan Orang Tua
Yang pertama harus diluruskan adalah tujuan kita, orang tua, dalam mendidik anak-anak. Secara umum, orang tua muslim di Indonesia bisa diketegorikan dalam 3 kelompok:
• Muslim KTP: mereka adalah orang tua yang memaknai “kesuksesan” anak-anaknya sebagai sukses secara duniawi (pendidikan agama sekedarnya/ikut-ikutan saja). Memang ada kalanya, anak-anaknya alhamdulillah tetap/kembali ke jalan yang lurus, tetapi itu bukan lantaran jalur pendidikan yang disiapkan orang tuanya.
• Muslim sekuler: mereka adalah orang tua yang hatinya terbelah, antara ingin kesuksesan duniawi dan ingin kesuksesan ukhrawi (akhirat). Kedua keinginan tersebut sama kuat dan mereka tidak bisa memprioritaskan salah satunya. Walhasil, anak-anaknya didorong untuk rajin ibadah ritual, tetapi dalam urusan duniawinya agama tidak lagi berperan. Contoh yang pernah saya angkat adalah orang tua yang bangga anaknya menjadi direktur utama sebuah bank ribawi karena tetap rajin sholat, pergi haji, dan membawa ayah-bundanya berhaji.
• Muslim sejati: mereka yang menjadikan akhirat sebagai satu-satunya tujuan, baik bagi dirinya sendiri maupun anak-anaknya. Bagi mereka, dunia hanyalah sarana menuju akhirat. Mereka mengajarkan kepada anak-anaknya bahwa kesuksesan di dunia tidak lain hanyalah hasil dari ketaatan kepada Allah SWT. Orang tua muslim sejati tidak akan mengirimkan anak-anaknya ke sekolah yang masih tercampuri ajaran-ajaran menyimpang, seperti teori Asal Mula Alam Semesta yang menafikan peran Allah, dongeng-dongeng syirik, pluralisme dengan doktrin semua agama sama & demokrasi dengan doktrin semua manusia sama (baik terpelajar maupun kriminal) sehingga kebenaran bisa ditentukan oleh suara terbanyak. Anak-anak yang diinginkan oleh orang tua muslim sejati adalah anak-anak yang tidak pernah bimbang untuk memprioritaskan Allah di atas segalanya.
2. Kemampuan Orang Tua
Allah SWT berfirman, “… Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya….” (QS. Al Baqarah 233).
Demikian halnya dengan pendidikan anak, maka orang tua harus melihat kemampuannya, baik secara fisik maupun finansial. Orang tua yang tidak mampu secara fisik, tidak wajib mendidik sendiri anak-anaknya dan boleh menyerahkan pendidikannya kepada guru yang dianggap terbaik dari yang ada, sebagaimana bolehnya menyerahkan bayinya untuk disusui oleh wanita lain. Orang tua yang tidak mampu secara finansial tidak boleh memaksakan diri untuk mengirim anak-anaknya ke sekolah mahal.
3. Kurikulum Sekolah
Orang tua harus memilih sekolah yang kurikulumnya didesain untuk mempelajari apa-apa yang diperintahkan Allah dan mengarahkan para pelajarnya untuk mencintai dan mentaati Allah dan rasulNya. Ibnu Taimiyah lebih menspesifikan lagi bahwa kurikulum seharusnya mengajarkan hikmah ilahiyah, baik dalam ilmu-ilmu ibadah maupun ilmu-ilmu umum. Ilmu agama yang diajarkan hanya sebatas penghafalan tanpa pemahaman tidak akan memberikan manfaat. Sedangkan dalam mempelajari ilmu-ilmu umum hendaklah dimulai dengan Al Qur’an dan Hadits serta penjabarannya terkait ilmu yang dipelajari agar anak didik bisa mendapatkan hikmah ilahiyah dan berperilaku sesuai ajaran Islam.
4. Pemilihan Guru
Orang tua harus memperhatikan guru yang dipilih (baik oleh dirinya sendiri maupun oleh sekolah) untuk mengajar anak-anaknya. Seorang guru yang baik adalah guru yang mempraktekkan ajaran Islam dalam kesehariannya, haus ilmu, tidak suka memaksa, dan bahu-membahu dengan orang tua murid melalui komunikasi yang berkesinambungan. Sebelum memasukkan anaknya ke sebuah sekolah, orang tua berhak untuk melihat CV/resume tiap-tiap guru yang dipekerjakan oleh sekolah untuk memastikan bahwa sekolah tidak sembarangan dalam merekrut tenaga pendidik. Salah dalam memilih guru bisa menjerumuskan anak-anak kita kepada kesesatan dan hal-hal yang dimurkai Allah SWT. Apabila orang tua mendapati pihak sekolah mempekerjakan guru yang tidak memenuhi syarat, maka orang tua berhak mengajukan keberatannya.
Faktor-Faktor lain yang Diperhatikan dalam Memilih Sekolah
Sesuaikan dengan minat dan kemampuan anak.Contohnya,menempatkan anak dengan kemampuan pas-pasan di sekolah akselerasi akan membuat anak tertekan.
Kualitas pendidik. Bagaimana akhlak guru, profesionalismenya, kemampuan komunikasinya, dan apakah mereka mudah diajak kerja sama untuk mendidik anak kita. Kita tidak perlu tergiur guru bertitel segudang: Prof, Doktor, Ir, Psikolog. Yang terpenting guru memiliki hati untuk mengajar dan mampu menginspirasi anak.
Fasilitas sekolah aman dan nyaman, sehingga anak dapat mengaktualisasikan kemampuannya untuk menyelesaikan tantangan di masa depan. Sarana dan prasarana sekolah tidak harus mewah tetapi tidak membahayakan fisik anak, rapi dan bersih.
Ketertiban dan Kebersihan sekolah, membuat siswa senang dan betah di sekolah seperti di rumah sendiri. Sekolah yang rapi dan bersih mengajarkan anak untuk bersikap rapi dan bersih. Sekolah juga memiliki keteraturan program, fisik bangunan, dan hirarki sekolah.
Lokasi sekolah dan lingkungan. Pertimbangkan jarak sekolah ke rumah dan sarana transportasinya, disesuaikan dengan kesehatan anak. Sekolah yang letaknya strategis biasanya kualitasnya relative baik karena kompetisi antar siswa cukup ketat. Jika lokasi terlalu jauh, anak akan kurang: istirahatnya, interaksi dengan anggota keluarga yang lain atau dengan lingkungan sekitarnya.
Sekolah yang berkualitas minimal harus memiliki 5 budaya: budaya disiplin waktu, budaya membaca, budaya bersih, budaya prestasi, dan budaya akhlak yang mulia.
Semakin beragam kegiatan ekstrakurikuler, anak memiliki banyak pilihan sesuai minatnya hingga menjadi kreatif dan produktif. Perhitungkan biaya pendidikan termasuk SPP, uang gedung, seragam, buku, praktikum, kegiatan ekstrakurikuler, les, uang saku, biaya transportasi, perlengkapan sekolah, dll. Sekolah negeri tingkat SD sampai tingkat SMP kini punya program bebas biaya SPP dan uang pangkal. Jangan sampai orangtua terbebani biaya sekolah yang mahal sehingga anak harus putus sekolah. Jika anak bersekolah di sekolah negeri. Karena porsi agamanya kurang, maka orangtua harus membuat program penambahan tsaqofah Islam, baik dalam program keluarga maupun program di lingkungan sekitar. Jika ada ilmu yang bertentangan dengan Islam, orangtua harus tanggap dan segera menghapusnya.
Waspadai Sekolah Berlabel Islam yang Merusak
Ada sekolah berlabel Islam yang kurikulumnya jauh dari Islam bahkan anti Islam. Oleh karena itu, kita harus mempelajari program dan visi misi sekolah. Terutama sekolah swasta. Perhatikan latar belakang para pengajarnya.
Sebagai contoh, Ma’had Al Zaitun di Indramayu Jawa Barat yang menjadi markas pengkaderan “NII” gadungan menafsirkan ayat-ayat quran sesuai kepentingannya. Pesantren ini sangat berbahaya karena merusak aqidah dan syariat Islam. Sedangkan sekolah di lingkungan Jaringan Islam Liberal (JIL) menanamkan pemikiran sepilis (sekularisme, pluralisme dan liberalism).
PIRI (Perguruan Islam Republik Indonesia) adalah sekolah Ahmadiyah yang menyesatkan aqidah Islam. LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) nama baru dari Lemkari, Darul Hadits dan Islam Jama’ah yang dilarang pemerintah, merupakan lembaga propaganda pengkafiran umat Islam.
UIN, IAIN, STAIN, STAIS terdapat jurusan yang rentan tercemar pemikiran liberal dengan ilmu filsafatnya dan disinyalir menjadi target barisan pemurtadan.
Sekolah bukan satu-satunya pilar penentu masa depan anak. Banyak pilar lain: keluarga, kompetensi anak, bakat lahir, dan lingkungan sosial. Namun sekolah bisa berperan lebih dominan dalam membentuk karakter dan mengembangkan kompetensi anak. Jika realitas tidak begitu, disinilah peran orangtua. Jadi anak harus siap mental dan pikiran, sedangkan orangtua harus siap memenuhi segala kewajiban baik biaya maupun partisipasi aktif di sekolah.
Sumber : http://www.suara-islam.com/news/konsultasi/pendidikan/377-tips-memilih-sekolah dan http://www.suara-islam.com/news/keluarga/rumah-tangga/2894-memilih-sekolah-anak
Sejarah Perkembangan Raudhatul Athfal di Indonesia
SEJARAH PERKEMBANGAN RAUDHATUL ATHFAL DI INDONESIA
OLEH:
MASGANTI SITORUS
A. Pendahuluan
Pendidikan adalah usaha untuk mengoptimalkan seluruh potensi manusia yang dilaksanakan secara terencana. Pendidikan menurut ajaran Islam diberikan kepada manusia sejak dirinya dilahirkan sampai menjelang kematiannya. Pentingnya pendidikan Islam dapat dipahami dari wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad SAW. Kata pertama dari wahyu itu adalah Iqra yang berarti bacalah. Iqra adalah sebuah kata yang sangat menyeluruh. Ayat ini telah memerintahkan Nabi Muhammad SAW dan pengikut beliau untuk membaca, menulis, memahami, berbagi dan menyebarkan dengan segala kemampuan yang dimiliki.
Kata Iqra yang diulang-ulang pada wahyu pertama ini menunjukkan pentingnya pendidikan. Dalam QS. Al-‘Alaq itu disebutkan pula bahwa tujuan untuk mengajar dan proses pelajaran diucapkan sebagai ‘qalam’ atau pena. Sesungguhnya pena adalah suatu hadiah yang mulia dari Allah SWT yang hanya diperuntukkan kepada umat manusia. Hanya manusia yang mendapat perlakuan khusus, kemampuan dan kehormatan untuk menulis atau merekam pemikiran dan gagasan mereka. Dengan cara ini umat manusia bisa mendapat manfaat dari pekerjaan orang-orang yang sebelumnya atau mewariskan pekerjaan yang dicapai oleh mereka kepada generasi yang akan datang. Tentu saja rekaman audio dan video adalah alternatif yang modern dari suatu pena.
Jika pendidikan demikian penting, maka pertanyaan yang muncul sejak kapankah proses belajar mengajar dimulai? Allah SWT berfirman dalam surat Ash Syu’araa ayat 214:
Artinya: “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” Ayat ini menunjukkan bahwa proses pendidikan harus dimulai dari keluarga kita sendiri. Pada kenyataannya ini merupakan cara yang dilakukan oleh seluruh Nabi dan Rasul. Allah SWT juga berfirman kepada orang beriman dalam Al Qur’an surah At Tahrim ayat 6:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” Para Sahabat bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “ Bagaimana kita menyelamatkan keluarga kita dari api neraka?” Rasulullah SAW berkata “Dengan memberi mereka pendidikan Islam.”
Allah SWT juga telah memerintahkan kita dan keluarga kita untuk mendirikan Shalat dengan sangat teratur dalam Qur’an surat Thaha ayat 132:
yang atinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” Karenanya pendidikan dan aplikasinya harus dimulai dari keluarga-keluarga kita sendiri. Sejalan dengan ayat ini Rasulullah bersabda: “Ajarilah anak-anakmu shalat pada usia tujuh tahun, dan pukullah bila dia tidak shalat pada usia sepuluh tahun.” Ayat dan hadis-hadis tersebut menun-jukkan bahwa pendidikan harus diberikan kepada anak sejak usia dini dan sebaiknya dilakukan oleh orang tua.
Perubahan struktur masyarakat telah menjadikan orang tua tidak dapat lagi mendidik anaknya untuk segala jenis kebutuhan keterampilan dalam hidup. Bahkan sebagian orang tua disebabkan melaksanakan tugas-tugas kemasyara-katannya harus menitipkan anaknya di lembaga-lembaga pendidikan, bahkan sejak anak berusia dini.
Berbagai riset-riset otak menunjukkan bahwa masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan otak anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan kepribadian, psikomotor, kognitif maupun sosialnya. Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 50% kapabilitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi ketika anak berumur 4 tahun, 80% telah terjadi ketika berumur 8 tahun, dan mencapai titik kulminasi ketika anak berumur sekitar 18 tahun. Hal ini berarti bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi pada kurun waktu 14 tahun berikutnya. Sehingga periode emas ini merupakan periode kritis bagi anak, dimana perkembangan yang diperoleh pada periode ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan periode berikutnya hingga masa dewasa. Sementara masa emas ini hanya datang sekali, sehingga apabila terlewat berarti habislah peluangnya. Untuk itu pendidikan untuk usia dini dalam bentuk pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.
Berdasarkan kenyataan di atas pemerintah Indonesia sejak tahun 2002 telah memberikan perhatian yang besar terhadap lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini di Indonesia. Raudhatul Athfal adalah salah lembaga pendidikan anak usia dini di lingkungan kementerian agama yang mendapat perhatian besar dalam pengelolaanya.
Makalah ini akan membahas sejarah perkembangan Raudhatul Athfal di Indonesia. Bahasan makalah ini mencakup perundangan-undangan yang berkaitan dengan Raudhatul Athfal, Kurikulum Raudhatul Athfal, dan Perkembangan Lembaga Raudhatul Athfal.
B. Perundang-undangan Raudhatul Athfal
Raudhatul Athfal berasal dari kata Raudhah yang berarti taman dan athfal yang berarti anak-anak. Secara bahasa Raudhatul athfal berarti taman kanak-kanak. Muhammadiyah cenderung menggunakan kata “Bustanul Athfal” untuk lembaga yang bermakna sama dengan Raudhatul Athfal. Raudhatul Athfal merupakan salah satu lembaga pendidikan pra sekolah.
Peraturan pemerintah tentang pendidikan pra sekolah sebenarnya telah ada sejak tahun 1990 tetapi belum memasukkan nama Raudhatul Athfal. Lembaga-lembaga pendidikan prasekolah yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1990 adalah:
(1) Bentuk satuan pendidikan prasekolah meliputi Taman Kanak-kanak, Kelompok Bermain, Penitipan Anak, dan bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri.
(2) Taman Kanak-kanak terdapat di jalur pendidikan sekolah.
(3) Kelompok Bermain dan Penitipan Anak terdapat di jalur pen¬didikan luar sekolah.
(4) Anak didik Taman Kanak-kanak adalah anak usia 4-6 tahun.
(5) Lama pendidikan di Taman Kanak-kanak 1 tahun atau 2 ta¬hun.
Meskipun tidak ada nama Raudhatul Athfal dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1990 tetapi lembaga Raudhatul Athfal telah dikenal dengan nama Bustanul Athfal di sekolah-sekolah Muhammadiyah atau dengan nama Taman Kanak-kanak Islam di lembaga lain. Bustanul Athfal pertama didirikan Aisyiyah pada tahun 1919 di Yogyakarta, sebab pada saat itu belum ada nama-nama Raudhatul Athfal sekolah ini dinamakan juga oleh Aisyiyah dengan Taman Kanak-kanak Frobel (nama seorang ahli pendidikan anak).
Penyebutan nama Raudhatul Athfal pertama sekali ditemukan dalam Undang-undang pendidikan nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pada pasal 28 dinyatakan sebagai berikut:
(1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2) Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
(3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
(4) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
(6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pada pasal 28 di atas dinyatakan bahwa Raudhatul Athfal adalah lembaga pendidik anak usia dini yang berada jalur formal sederajat dengan Taman Kanak-kanak. Sebagai sebuah lembaga pendidikan pada jalur formal, Raudhatul Athfal harus memenuhi standar pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Ada 8 standar yang harus dipenuhi oleh sebuah lembaga pendidikan pada jalur formal yaitu:
a. Standar isi;
b. Standar proses;
c. Standar kompetensi lulusan;
d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
e. Standar sarana dan prasarana;
f. Standar pengelolaan;
g. Standar pembiayaan; dan
h. Standar penilaian pendidikan.
Standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, dan standar penilaian akan dibahas dalam kurikulum Raudhatul Athfal. Bagian ini akan membahas standar pendidik dan tenaga kependidikan dan standar pengelolaan.
Standar pendidik dan tenaga kependidikan yang terdiri dari kualifikasi akedemik dan kompetensi guru Raudhatul Athfal telah diatur pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tanggal 4 mei 2007 tentang Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Pada lampiran peraturan tersebut dijelaskan bahwa kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal mencakup kualifikasi akademik Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) dalam bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Pada tahun 2012 setiap guru PAUD/TK/RA harus telah memiliki sertifikat pendidik.
Struktur tenaga kependidikan di Raudhatul Athfal minimal terdiri dari kepada sekolah, guru, dan tenaga administrasi. Guru-guru yang belum memiliki kualifikasi D-4 atau S1 diberikan status sebagai guru bantu.
Standar pengelolaan Raudhatul Athfal juga telah di atur pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2010 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 Tentang pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Pada pasal 1 ayat 5 dinyatakan bahwa Raudhatul Athfal, yang selanjutnya disingkat RA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan dengan kekhasan agama Islam bagi anak berusia 4 (empat) tahun sampai dengan 6 (enam) tahun.
Pengelolaan organisasi satuan pendidikan anak usia dini jalur formal, yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah memiliki paling sedikit 2 (dua) organ yang terdiri atas: kepala sekolah/madrasah yang menjalankan fungsi manajemen satuan pendidikan anak usia dini jalur formal dan komite sekolah/madrasah yang menjalankan fungsi pengarahan, pertimbangan, dan pengawasan akademik. Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini jalur formal, yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah menggunakan tata kelola yang terdiri dari kepala sekolah/madrasah menjalankan manajemen berbasis sekolah/madrasah untuk dan atas nama Gubernur/Bupati/Walikota atau Menteri Agama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan komite sekolah/madrasah memberi bantuan pengarahan, pertimbangan, dan melakukan pengawasan akademik kepada dan terhadap kepala sekolah/madrasah.
C. Kurikulum Raudhatul Athfal
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada 8 standar yang harus dipenuhi oleh Raudhatul Athfal yaitu:
i. Standar isi;
j. Standar proses;
k. Standar kompetensi lulusan;
l. Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
m. Standar sarana dan prasarana;
n. Standar pengelolaan;
o. Standar pembiayaan; dan
p. Standar penilaian pendidikan.
Di dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi Raudhatul Athfal tahun 2004 dinyatakan bahwa ada 6 kompetensi yang menjadi bidang pengembangan dalam pembelajaran di Raudhatul Athfal yaitu:
1. Kompetensi akhlak perilaku
2. Kompetensi Agama Islam
3. Kompetensi Bahasa
4. Kompetensi kognitif
5. Kompetensi fisik
6. Kompetensi seni
Keenam bidang pengembangan tersebut dikembangkan dalam kurikulum Raudhatul Athfal tahun 2004 yang meliputi: kompetensi dasar, materi pokok, hasil belajar, dan indikator. Kompetensi dasar adalah kemampuan yang minimal yang harus dikuasai peserta didik dalam tiap bidang pengembangan. Materi pokok merupakan materi minimal yang harus disampaikan pada kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Hasil belajar merupakan target menimal yang harus dicapai dari kompetensi dasar yang telah ditetapkan, sementara indikator adalah tahapan-tahapan minimal untuk mencapai target hasil belajar.
Proses pembelajaran di Raudhatul Athfal dilaksanakan dengan memperhatikan 10 prinsip pembelajaran yaitu:
1. Berorirentasi Pada Kebutuhan Anak
2. Belajar Sambil Bermain
3. Kreatif dan inovatif
4. Lingkungan yang Kondusif
5. Menggunakan Tema-tema yang dikenal anak
6. Mengembangkan kecakapan hidup
7. Menggunakan Pembelajaran Terpadu
8. Pembelajaran Berorientasi pada Prinsip-prinsip Perkembangan Anak
9. Pencapaian Kemampuan
10. Penilaian
Prinsip mengembangkan kecakapan hidup maksudnya Proses pembelajaran harus diaruhkan untuk mengembangkan kecakapan hidup. Pengembangan konsep kecakapan hidup didasarkan pada 2 tujuan yaitu:
1. Memiliki kemampuan untuk menolong diri sendiri (self help) disiplin, dan sosialisasi.
2. Memiliki bekal kemampuan dasar untuk melanjutkan pada jenjang selanjutnya.
Prinsip menggunakan pembelajaran terpadu maksudnya Kegiatan pembelajaran hendaknya dirancang dcngan menggunakan model pembelajaran terpadu dan beranjak dari tema yang menarik minat anak (center of interest). Sedangkan pembelajaran berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak adalah pembelajaran yang memiliki ciri-ciri:
a. Anak belajar dengan perasaan aman dan tenteram karena kebutuhan psikologis dan biologisnya telah terpenuhi
b. Siklus belajar anak selalu berulang
c. Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya
d. Memberi perhatian terhadap minat anak, keingintahuan, dan memotivasi anak untuk belajar; serta
e. Proses belajar mengajar harus memperhatikan perbedaan individuul anak.
Di kurikulum Raudhatul Athfal tahun 2004 dijelaskan pula dalam bahwa pencapaian kemampuan anak dilakukan mela¬lui kegiatan belajar sambil bermain dengan menggunakan berbagai metode dan tehnik yang sesuai dengan cara bela¬jar anak. Cara belajar anak antara lain:
• Belajar melalui bermain
• Belajar dengan melakukan
• Belajar melalui inderanya
• Belajar dengan gerakan
• Belajar dengan dukungan penuh
• Belajar sesuai taraf perkembangan
• Belajar melalui contoh
• Belajar melalui pengulangan
• Belajar melalui kcgiatan eksperimen
• dengan keterbukaan
• Belajar melalui interaksi terhadap teman-temannya
• Belajar melalui lingkungan yang positif
• Belajar dengan kondisi fisik mereka
• Belajar melalui kegiatan terintegrasi
Meskipun pembelajaran di Raudhatul Athfal tidak ditujukan untuk mendapatkan penilaian akhir atau ijazah, namun penilaian tetap perlu dilakukan untuk menjadi bahan perbaikan bagi perencanaan pembelajaran yang telah dibuat guru. Penilaian di Raudhatul Athfal dilakukan dengan teknik penilaian yang sesuai dengan perkembangan anak. Teknik penilaian yang dianjurkan digunakan antara lain:
b) Pengamatan, yaitu suatu eara untuk mengetahui per¬kembangan dan sikap anak yang dilakukan dengan mengamati tingkah laku anak dalam kehidupannya sehari-hari.
c) Pencatatan anekdot, yaitu merupakan sekumpulan catatan tentang sikap dan perilaku anak dalam situasi-situasi tertentu. Hal-hal yang dicatat meliputi seluruh aktivitas anak yang bersifat positif dan negatif.
d) Portofolio, yaitu penilaian berdasarkan kumpulan hasil kerja anak yang dapat menggambarkan sejauhmana ketrampilan anak berkembang.
e) Pemberian tugas
f) Performance, yaitu penampilan kemampuan karya anak
Setelah melewati pembelajaran di Raudhatul Athfal selama 1 (satu) atau 2 (dua) tahun lulusan Raudhatul Athfal diharapkan memiliki kompetensi lulusan sebagai berikut:
• Menunjukkan pemahaman positif tentang diri dan percaya diri,
• Mulai mengeal ajaran Agama Islam,
• Menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan alam sekitar.
• Menunjukkan kemampuan berpikir runtut.
• Berkomunikasi secara efektif.
• Terbiasa hidup sehat.
• Menunjukkan perkembangan fisik.
D. Perkembangan Lembaga Raudhatul Athfal
Berdasarkan sensus penduduk tahun 2005 jumlah anak-anak yang berusia antara 0-4 tahun sebanyak 19.095.151 jiwa dan anak-anak usia 5-9 tahun sebanyak 21.563.945 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa lebih kurang 20% penduduk Indonesia berada pada usia 0-9 tahun. Besarnya jumlah anak-anak pada usia 0-9 tahun menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap pendidikan anak usia dini cukup tinggi.
Di sisi lain jumlah anak usia 0-4 tahun yang beragama Islam sebanyak 21.563.945 jiwa dan jumlah anak usia 5-9 tahun yang beragama Islam sebanyak 18.919.368 jiwa. Data ini menunjukkan bahwa kebutuhan terhadap pendidikan anak usia dini yang berbasis Islam lebih tinggi.
Data Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 menunjukkan jumlah Raudhatul Athfal di Indonesia sebanyak 11.560 buah. Sedangkan jumlah Bustanul Athfal yang didirikan Aisyiyah di seluruh Indonesia sampai saat tahun 2009 berjumlah 5865 buah. Sementara data Departemen Pendidikan Nasional tahun 2005 sebanyak 345.084 jiwa anak mengikuti pendidikan di Raudhatul Athfal. Jumlah ini mungkin sudah menjadi 3 (tiga) kali lipat pada 5 tahun terakhir sejak pemerintah menggalakkan pendidikan anak usia dini, termasuk Raudhatul Athfal.
Pemerintah Sumatera Utara juga telah menggalakkan pengelolaan pendidikan anak usia dini termasuk Raudhatul Athfal. Menurut Sudjarwo (Direktur PAUD) pemerintah Provinsi Sumatera Utara hanya memperolah angka partisipasi kasar (APK) 28 persen untuk pendidikan anak usia dini, sedangkan APK nasional rata-rata 50,90 persen tahun 2009.
Meskipun belum diperoleh data yang akurat tentang jumlah Raudhatul Athfal di Sumatera Utara tetapi jika diperhatikan hampir di setiap kelurahan ditemui minimal 1 (satu) Raudhatul Athfal. Jika jumlah desa/kelurahan di Sumatera sebanyak 5.626 desa/kelurahan , maka ada paling tidak sebanyak 5.626 Raudhatul Athfal.
E. Kesimpulan
Pendidikan anak seyogyanya dilakukan sejak usia dini dan sebaiknya dilakukan orang tua langsung, tetapi disebabkan perkembangan ilmu pengetahuan dan keterbatasan orang tua untuk melakukan pendidikan pada anak-anaknya, maka diperlukan lembaga pendidikan yang menjadi pengganti orang tua melakukan tugas pendidikan. Salah satu lembaga pendidikan usia dini yang muncul adalah Raudhatul Athfal.
Sejalan dengan perkembangan dan tuntutan zaman terhadap mutu dan kualitas pendidikan, berbagai perundang-undangan telah dikeluarkan pemerintah untuk meningkatkan mutu pelayanan pendidikan di Raudhatul Athfal. Peningkatan mutu pelayanan pendidikan dilakukan dengan menetapkan 8 (delapan) standar pendidikan yang dipandang mampu meningkatkan mutu layanan pendidikan.
Perkembangan Raudhatul Athfal sebagai lembaga pendidikan anak usia dini berbasis Islam cukup menggembirakan. Peningkatan jumlah lembaga yang seiring peningkatan jumlah peserta didik memberikan nuansa menggembirakan bagi perkembangan Raudhatul Athfal di masa yang akan datang.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an al-Karim
Departemen Agama, Kurikulum Berbasis Kompetensi Raudhatul Athfal Tahun 2004, Jakarta, 2004
Direktorat PAUD, Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta, 2004
Laporan Periodik Negara Ketiga dan Keempat Tahun 2007
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tanggal 4 mei 2007 tentang Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2010 Tentang pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 tahun 2010 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 Tentang pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Profil Provinsi Sumatera Utara, http://www.bi.go.id/web/id/DIBI/Sumut/
Sumut Kurang Perhatikan PAUD dalam Suara Karya tanggal 6 Mei 2010
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional